Untuk menjamin proses konstruksi berjalan lancar, serta sesuai dengan RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat). Unsur pertama yang diperlukan adalah SPK bangunan. Apakah yang dimaksud sama dengan kontrak proyek bangunan?. Jawabnya, tidak.
Dalam artikel ini teman-teman akan memperoleh informasi tentang ragam jenis SPK, manfaat membuat SPK, cara menentukan SPK yang cocok dengan pekerjaan. Serta perbedaan SPK dengan kontrak proyek bangunan. Pun, hubungannya dengan pendanaan, dan bank.
Jenis-jenis SPK
Menurut kepanjangan kata, SPK terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Surat Perintah Kerja
Adalah sebuah dokumen proyek yang diterbitkan oleh pemberi kerja, selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama. Kepada sub kontraktor, bas borong/pemborong. Atau, sering disebut sebagai Pihak Kedua. Untuk melaksanakan satu jenis pekerjaan bangunan, atau lebih.
Sementara itu, yang dimaksud pemberi kerja disini, bisa saja pemilik bangunan langsung. Main kontraktor, atau bahkan sub kontraktor. Ciri khas SPK ini adalah:
- Hanya di tandatangani oleh pemberi pekerjaan. Sementara penerima pekerjaan tidak.
- Tidak bermaterai. Melainkan hanya cap perusahaan. Kalau memang yang memberi pekerjaan adalah berbadan hukum.
- Tanda tangan dalam SPK sering sebagai perwakilan. Bukan sang direktur, atau pemilik proyek.
- Dokumen hanya 1 lembar.
- Sesuai namanya, dokumen ini sifatnya sebagai perintah.
Sedangkan berdasarkan isi. Surat Perjanjian Kerja jenis ini adalah yang paling singkat. Hanya berisi nama proyek, jenis pekerjaan, dan alamat. Kemudian menerangkan bahwa pekerjaan tersebut bisa dimulai. Segera.
Adapun pemberian surat ini, dilakukan atas dasar pengajuan penawaran harga, dan telah dilakukan negosiasi. Untuk menyatukan persepsi tentang pelaksanaan dan harga borongan pekerjaan. Sehingga seseorang layak di beri pekerjaan bangunan.
Penting pula diketahui. Penerbitan SPK ini sifatnya sementara. Yaitu hingga di keluarkannya kemudian sebuah perjanjian kerja yang baru. Yakni SPK nomor 2 di bawah ini. Nah, pada saat SPK tersebut telah keluar. Maka, surat perintah kerja, otomatis tidak berlaku lagi.
2. Surat Perjanjian Borongan Kerja
SPK bangunan yang kedua ini sering disama-artikan dengan kontrak. Padahal berbeda. Mengapa di persepsikan sama?. Alasannya sebagai berikut:
- Isi perjanjian diterangkan dengan bentuk pasal-pasal
- Secara keseluruhan substansi yang di perjanjikan telah tercantum
- Di tanda tangani oleh kedua belah pihak, lengkap dengan materai dan stempel perusahaan.
- Masing-masing pihak menerima 1 dokumen. Dan, dua-duanya adalah syah.
- Lembar surat perjanjian lebih dari 2 halaman.
Bedanya dengan SPK banguan yang pertama. SPK ini sering ditemui kala mengerjakan proyek swasta. Dan, langsung berurusan dengan pemilik proyek. Terkait yang menerbitkan SPK. Bisa oleh pemborong. Tapi, bisa juga oleh sang pemilik proyek. Tergantung kesepakatan. Pada saat negosiasi.
Beda SPK dan kontrak proyek
SPK berlaku untuk beberapa jenis pekerjaan yang terdapat pada sebuah proyek. Dan, dengan jangka waktu yang cukup singkat. Karena sifatnya terbatas, dan singkat. Maka, dalam 1 proyek bisa saja jumlah SPK yang terbit ratusan. Serta untuk beberapa sub kontraktor, vendor, suplier material dan bahan bangunan.
Sementara kontrak proyek meliputi seluruh item pekerjaan, dan proses pelaksanaan 1 jenis proyek. Dari awal, hingga masa pemeliharaan (Retensi). Oleh sebab itu, setiap proyek bangunan hanya ditemukan 1 buah kontrak.
Hubungan kedua dokumen ini seperti apa?. Boleh disebut bagai arsitektur dan konstruksi baja. Atau, orang tua dan anak. Semua SPK bangunan yang terdapat pada satu proyek, wajib berpedoman pada kontak. Antara lain dalam hal:
- Nilai borongan dan harga satuan pekerjaan
- Jenis-jenis pekerjaan yang layak di borong. Kepada sub kontraktor, atau kepada bas borong langsung.
- Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
- Tata cara pembayaran,
- dan sanksi-sanksi.
Dengan dasar tersebut boleh disebut kontrak proyek adalah dokumen perjanjian yang terdapat pada sebuah proyek. Dan, menaungi seluruh SPK banguan, yang diterbitkan oleh main kontraktor.
Dokumen perjanjian yang bisa dijaminkan ke bank
Adalah kontrak. Bukan SPK. Mengapa begitu?. Jawabnya sebenarnya sudah tertera pada penjelasan di atas. Namun demikian, kami buat rangkumannya. Demikian.
Dari segi legalitas, SPK bangunan tidak lengkap. Sekalipun telah ditandatangani oleh yang berkepentingan langsung. Dan, lengkap dengan materai. Tapi, dokumen ini tidak memiliki lampiran. Kecuali gambar bangunan. Pun, gambar yang terlampir adalah hanya untuk item-item pekerjaan yang tercantum dalam SPK.
Sementara kontrak bangunan. Sangat lengkap. Jumlah dokumen kontrak mencapai belasan lembar. Pula, disertai dengan lampiran-lampiran yang lengkap. Yang menjadi satu kesatuan dengannya. Antara lain:
- Berita Acara negosiasi
- Time schedulle
- RKS bangunan
- Spesifikasi teknis bahan
- Gambar konstruksi bangunan.
Melibatkan pihak bank, atau badan keuangan resmi lainnya adalah hal biasa dalam proyek konstruksi. Selain sebagai syarat utama, misalnya untuk menjamin Uang Muka yang telah diperoleh kontraktor, dari pemberi pekerjaan. Juga, untuk memastikan ketersediaan dana selama proses pembangunan. Caranya adalah menjaminkan surat kontrak ke bank.
Cara memilih jenis perjanjian kerja bangunan
Berdasarkan ulasan diatas, sebenarnya Sobat sudah bisa menentukan jenis perjanjian kerja, yang cocok dengan profesi Anda dalam sebuah aktivitas proyek bangunan.
Misalnya, Anda adalah sebagai pemborong baja ringan. Dan, mendapat pekerjaan dari pemilik bangunan. Berarti SPK bangunan yang cocok adalah nomor 2. Yakni Surat Perjanjian Borongan Kerja. Bukan, Surat Perintah Kerja.
Namun, jika Sobat adalah kontraktor. Dan, mendapat kepercayaan dari pemilik bangunan. Untuk melaksanakan pekerjaan. Maka, harus pakai kontrak. Supaya terjamin kelancaran pekerjaan, pembayaran, serta hal-hal administratif lainnya. Semoga bermanfaat.