Bukan hanya dalam rangka menghadapi era digital dan globalisasi. Menjaga eksistensi budaya Simalungun sudah menjadi kewajiban generasi muda. Khususnya yang berasal, dan yang memiliki pertalian dengan Simalungun. Kata berasal disini memiliki 2 makna, yaitu: 1].Memang asli sebagai putra daerah, dan lahir di Simalungun. 2].Bukan orang Simalungun. Namun lahir dan domisili di Simalungun. Kira-kira Anda posisi yang mana?. Atau hanya memiliki pertalian saja.
Pertalian yang dimaksud adalah:
- Memiliki marga Simalungun. Tapi lahir, dan tinggal di luar daerah Simalungun.
- Hanya sang ibu yang berasal dari Simalungun.
- Memiliki kerabat dari keluarga Simalungun, atau
- Sekedar simpatisan pada suku Simalungun.
Ada apa dengan (di) Simalungun, sehingga harus dijaga?
Simalungun termasuk salah satu etnik suku Batak, yang letaknya berseberangan dengan Pulau Samosir. Dan berbatasan langsung dengan Danau Toba. Konon, Danau Toba dinyakni lebih banyak berada di wilayah Simalungun. Daripada wilayah-wilayah lain. Seperti Toba Samosir, Dairi dan kabupaten-kabupaten lainnya, yang berada disekeliling Danau Toba. Oleh sebab itu, dari segi pariwisata. Berkenaan dengan program pemerintah, yang menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas. Harus didukung. Salah satunya dengan cara melestarikan budaya Simalungun.
1. Simalungun memiliki marga paling sedikit diantara etnik-etnik lain
Alasan lain, pentingnya menjaga eksistensi budaya Simalungun. Karena marga asli Simalungun hanya terdiri dari 4 macam. Yaitu Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Atau sering disingkat dengan SISADAPUR. Sedangkan etnik-etnik lain memiliki puluhan marga. Batak Toba misalnya, saat ini mencapai 80-an marga.
SISADAPUR jangan diartikan dalam bahasa Indonesia (SISA dan DAPUR). Melainkan dalam bahasa Simalungun. Yang berarti sekelompok warga yang memiliki hanya 1 dapur. Hal ini bukan merujuk pada aktivitas rumah tangga. Tapi acara hajat, atau pesta adat. Dimana warga Simalungun selalu bergotong-royong menyediakan peralatan, dan makanan untuk acara pesta. Bahkan dalam hal pendanaan. Selalu ditanggung bersama. Dengan cara mengadakan teken les, arisan, dan donatur.
2. Agama Simalungun mula-mula bukanlah Nasrani
Orang yang pertama memiliki agama di Simalungun adalah marga Damanik. Yaitu seorang raja, yang bernama Sangnawaluh (Raja Siantar), tahun 1850. Bukan Nasrani, melainkan Muslim. Jadi, boleh dibilang agama orang Simalungun yang pertama adalah Islam. Sedangkan Injil masuk ke tanah Simalungun 53 tahun kemudian. Apakah karena fakta tersebut, maka perlu menjaga eksistensi budaya Simalungun?. Tergantung motivasi Saudara. Jikalau alasannya demi kebersamaan. Mengapa tidak. Tapi, bila untuk memecah belah. Jangan sampai terjadi. Karena hal tersebut jelas-jelas melanggar hukum.
Hikmah dari sejarah tersebut. Kita tahu, bahwa budaya Simalungun bukan saja milik orang-orang Kristen. Tapi termasuk saudara-saudara kita yang beragama Muslim. Maka dari itu, jikalau belum mampu secara bersama-sama untuk memajukan budaya kita. Paling tidak bisa dimulai secara berkelompok. Misalnya dari gereja. Tapi, perlu digaris bawahi kembali. Jangan dilakukan untuk kepentingan pribadi/kelompok.
Apakah (mengapa) harus melestarikan budaya melalui gereja?
Tentu tidak. Selain gereja. Masih banyak organisasi-organisasi sosial dengan visi yang sama. Misal sekolah, LBH (Lembaga Bantuan Hukum), LSM, dan sebagainya. Namun dalam hal menjaga eksistensi budaya Simalungun, kelebihan gereja, antara lain:
- Tujuannya sangat mulia.
- Tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Jadi, bisa dilakukan dimana saja, dan kapan saja.
- Gereja terhubung langsung dengan semua lapisan masyarakat. Baik yang berada di desa, maupun kota.
- Gereja mampu melibatkan semua warga. Mulai anak-anak, hingga yang sudah lansia.
- Sifatnya sukarela. Alias tanpa (dipungut) biaya.
a. Gereja Simalungun dan perannya dalam menjaga budaya
Gereja Simalungun adalah sebuah organisasi penganut iman Kristen yang berasal dari kabupaten Simalungun. Yaitu GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun). GKPS satu-satunya gereja asli suku Simalungun. Sejak berdiri tahun 190 silam, GKPS telah berkembang hingga ke pulau Bali. Sehingga dengan usia yang mencapai 119 tahun. Secara langsung GKPS telah ikut serta menjaga eksistensi budaya Simalungun. Khususnya bagi warga yang jauh dari kampung halaman. Sebab melalui kegiatan di gereja, warga Simalungun yang berada di perantauan bisa menjalankan adat dan budaya.
b. Komitmen GKPS dalam melestarikan budaya melalui visi misinya
Visi GKPS menuju 2030 adalah “Menjadi Pembawa Berkat dan Kepedulian”. Sedangkan misinya terdiri dari:
- Mengembangkan dan memperdalam SPRITUALITAS yang berpusat kepada Allah.
- Melaksanakan persekutuan, kesaksian dan PELAYANAN secara benar berdasarkan Alkitab.
- Membangun rasa setia kawan, KEPEDULIAN SOSIAL dan ekonomi berbasiskan Injil.
- Meningkatkan kecintaan dan semangat GOTONG-ROYONG di kalangan jemaat dan masyarakat. Dalam istilah Simalungun dikenal dengan Haroan Bolon,atau Sapangambei Manoktok Hitei.
- Menumbuh-kembangkan CINTA KASIH kepada sesama dan keutuhan ciptaan.
Beberapa kata sengaja dibuat huruf kapital. Menggambarkan bahwa misi GKPS berkaitan langsung dengan pelestarian budaya. Bandingkan dengan 5 kelebihan gereja dalam menjaga eksistensi budaya Simalungun. Cocok bukan?. Implementasi poin-poin tersebut, silahkan perhatikan diagram berikut.
Bedanya perjuangan keluarga GKPS masa kini, dan masa lalu
Keluarga GKPS artinya sekelompok orang yang berasal dari 1 rumah tangga, atau lebih. Dan terdaftar menjadi anggota jemaat di GKPS. Baik sebagai anggota jemaat non babtis, sidi, maupun sebagai keluarga besar, atau keluarga kecil. Semua dihitung menjadi 1 keluarga.
Sebelum era digital, perjuangan utama keluarga GKPS adalah bidang pendidikan dan ekonomi. Sehingga melakukan segala upaya, agar putra-putri Simalungun bisa mengenyam pendidikan tinggi. Salah satunya, mereka disuruh sekolah ke kota. Sementara bidang ekonomi. Banyaknya perantau dari Sumatera Utara ke pulau Jawa, zaman itu dengan tujuan agar bisa memperbaiki nasib. Karena, kalau tetap tinggal di kampung dan tanpa dibekali pendidikan yang cukup. Maka profesinya akan tetap sebagai petani. Sama seperti sang orang tua.
Sedangkan, perjuangan keluarga GKPS masa kini?. Sudah jauh berbeda. Terlebih karena pandemi covid-19 yang tengah terjadi saat ini. Tantangan yang harus dihadapi bukan saja globalisasi, dan dunia maya. Melainkan jati diri. Semua sepertinya dipaksa untuk “bermutasi” pada identitas yang baru. Agar “turut dan tunduk” pada aturan global. Sedangkan urusan pendidikan, dan ekonomi sudah dianggap basi (tidak penting). Sangat ironi.
Pertanyaannya, sanggupkah kita menjaga eksistensi budaya Simalungun, wong jati diri kita sendiri tidak jelas?. Mustahil. Dalam persoalan ini, yang harus diselesaikan lebih dulu adalah jati diri. Keluarga GKPS harus mampu membedakan diri dengan elit global. Walau tidak bisa 100%. Paling tidak, tetap mempertahankan keunikan-nya. Caranya sangat sederhana, yaitu: 1].Bangga sebagai jemaat GKPS, dan 2].Selalu menggunakan marga
1. Bentuk kebanggaan sebagai warga jemaat GKPS begini
Keanggotaan di GKPS sejatinya mulai sejak seseorang lahir. Dan kedua orang tuanya sebelumnya sudah terdaftar di GKPS. Kemudian di syahkan melalui sakramen baptisan kudus. Tumbuh kembangnya rohani sang anak, terjadi bila ada bimbingan kedua orang tua. Serta, dengan mengikutkan si anak ke pelbagai kegiatan gereja. Namun, setelah sang anak dewasa, dan jauh dari orang tua. Karena alasan kuliah, atau bekerja diluar kota/pulau/negeri. Maka tak jarang jadi pindah gereja. Hal tersebut terjadi karena 2 kemungkinan, yaitu: 1].Di tempat tersebut memang belum ada GKPS, atau 2].Malu ke sebagai jemaat GKPS.
Penting diketahui, khususnya keluarga-keluarga GKPS yang mengutus anaknya keluar kota. Tekankan pada mereka, agar tetap ke GKPS. Bila di tempat yang dituju belum ada GKPS. Mari bangun!. Negara menjamin dan memberi kebebasan bagi seluruh warga untuk beribadah. Termasuk mendirikan bangunan rumah ibadah.
Keuntungan menjadi jemaat GKPS, khususnya bagi generasi yang lahir di kota. Adalah bisa belajar bahasa Simalungun. Karena tata ibadah GKPS selalu menggunakan bahasa daerah. Minimal 2x sebulan. Dan hal itu bila dibiasakan, melalui kegiatan sehari-hari. Misalnya dalam rumah tangga. Maka, tidak mustahil semua anggota keluarga jadi mahir bahasa Simalungun. Dengan demikian, secara tidak langsung Anda sudah menjaga eksistensi budaya Simalungun.
2. Keuntungan memiliki dan menggunakan marga yang benar
Secara umum, banyaknya ragam marga orang Batak. Membuat pengguna marga, sering bingung tentang keaslian marga yang Dia miliki. [Belum bicara mengenai asal-usul marga]. Hal tersebut terbukti, dengan kejadian seperti berikut:
- Marga sang nenek dengan ayah beda,
- Ada 2 orang bersaudara. Tapi tidak menggunakan marga yang sama.
Khusus contoh kasus nomor 2. Parahnya, marga yang mereka pakai tidak berasal dari rumpun yang berbeda. Misal yang satu pakai marga Sinaga, sementara yang lain marga Haloho. Tapi, kalau Siallagan dengan Saragih adalah sama. Karena dua-duanya memang serumpun (saudara). Yaitu yang disebut Parna (Pardasaan Naimbaton). Oleh sebab itu, menggunakan marga harus secara benar. Kalau tidak pasti jadi bumerang.
Etnis Simalungun walau hanya terdiri dari 4 marga harusnya tetap bersyukur. Justru dengan sedikitnya marga, akan lebih mudah untuk di jaga. Serta di implementasikan. Namun, jangan menganggap sebaliknya. Karena sedikit, lalu tidak perlu untuk dilestarikan. Itu salah besar. Ingat, tidak semua suku memiliki marga loh!. Maka dari itu, marga termasuk anugerah terbesar yang dimiliki oleh warga Simalungun. Manfaatnya antara lain:
i. Mudah dikenal orang banyak
Dengan menyematkan marga, maka nama Anda jadi unik. Sehingga mudah di ingat. Setelah itu, juga mudah dikenal. Dan lama-lama, akan menjadi terkenal. Jadi, tidak perlu report-report bikin konten aneh-aneh, dengan tujuan agar cepat populer. Tapi dengan marga saja, Anda sudah tampil beda. Karena secara alami, imajinasi orang akan tertuju pada suku tertentu.
Keuntungan sebagai orang Batak. Marga termasuk trade mark yang sudah lama populer. Tidak hanya dalam negeri. Tapi sampai manca negara. Sebab marga Batak sudah ada sekitar 500 tahun silan. Selain itu, marga merupakan asosiasi dari benda-benda bersejarah, yang dimiliki oleh satu keluarga. Termasuk prestasi-prestasi yang diraih para leluhur.
ii. Menjalankan tugas pelestarian adat dan budaya
Menggunakan marga dengan benar, berarti kita telah menjaga eksistensi budaya Simalungun. Serta bagi seluruh suku Batak pada umumnya. Manfaat lain menggunakan marga adalah bisa menambah saudara, dan kerabat. Saudara dalam hal ini adalah yang semua orang Batak satu marga. Sementara, bila perempuan (saudari) tidak boleh dinikahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kerabat, artinya keluarga-keluarga yang se-marga dengan Anda. Walau tidak ada hubungan darah daging secara langsung. Tapi, karena 1 marga, maka otomatis menjadi kerabat.
Uniknya lagi. Kebiasaan masyarakat Batak dalam hal berkenalan. Dengan siapan pun, yang ditanyakan lebih dulu adalah marga. Bukan nama. Begitu juga bagi muda-mudi. Tujuannya agar diketahui status hubungan marga. Apakah saudara, atau tidak. Setelah akrab. Kemudian menanyakan nama. Kalau tidak. Cukup memberi informasi marga saja.
Pernikahan di GKPS dan pelestarian adat istiadat
Acara pernikahan dalam iman kristen adalah salah satu ritual yang paling sakral. Sebab hanya bisa dilakukan 1x selama hidup. Kecuali, salah satu diantara mereka meninggal. Maka di ijinkan menikah lagi. Pelaksanaan pernikahan adat Batak tidak mudah. Selain membutuhkan biaya yang sangat besar, juga proses adat yang panjang. Oleh sebab itu, harus dengan persiapan yang matang. Secara rohani, jasmani, dan ekonomi.
Dengan dasar itu, atau tidak. Adat Batak sama sekali tidak memperbolehkan praktik poligami. Hingga saat ini, hal tersebut tetap dianggap tabu. Dan selalu tetap dipatuhi. Oleh sebab itu, sangat jarang orang Batak yang poligami. Apalagi yang bercerai. Kalaupun ada pasti bisa dihitung dengan jari. Dan mereka melakukan hal tersebut pasti dengan cara sembunyi-sembunyi.
Pesan secara tidak langsung disampaikan kepada seluruh keluarga muda GKPS [baru menikah], agar kelak mau dan mampu, untuk mengajarkan pentingnya menjaga eksistensi budaya Simalungun kepada keturunan mereka. Jadi bukan berhenti pada perayaan pesta pernikahan saja. Dengan demikian, tugas pelestarian tersebut menjadi berkesinambungan. Dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.
[Penutup] Budaya harusnya tetap eksis pada masa yang akan datang
Kemajuan pengetahuan dan teknologi masa kini, membawa banyak perobahan. Terutama pada pola hidup dan sudut pandang masyarakat. Serta tidak memandang status, batas usia, profesi dan jabatan. Pola hidup dan sudut pandang tersebut, kemudian menumbuhkan keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan baru. Yang sebelumnya tidak terpikirkan, akan menjadi ingin dimiliki. Atau yang sebelumnya dianggap biasa-biasa saja, kemudian diharuskan. Supaya ada kemajuan, dan tidak dianggap ‘gaptek’ atau ketinggalan jaman. Begitulah yang tengah terjadi saat ini. Dan bukan tidak mustahil, kedepan akan lebih parah.
Oleh sebab itu, satu-satunya counter campign yang harus Anda miliki adalah agama dan marga. (Spiritual dan Cultural Quitent) Dua hal tersebut selain membuat anda kokoh dalam iman, dan pendirian (jati diri). Juga membuat Anda tampak unik. Oleh sebab itu, jangan malu sebagai jemaat GKPS, dan orang Simalungun. Menjaga eksistensi budaya Simalungun termasuk mengamalkan Titah ke-5. Karena budaya yang kita miliki saat ini adalah warisan dari leluhur (orang tua) kita sendiri. Mak wajib.